MENENGOK REFORMASI BIROKRASI DI TIGA NEGERI TETANGGA
“Administrative reform is not only desirable,
it is absolutely imperative” (Toshiwo Doko)
A.
Pendahuluan
Reformasi
mempunyai makna perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial,
politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara.[1]
Reformasi di Indonesia dimulai sejak
tahun 1998, segala hal tentang birokrasi termasuk
yang didengungkan untuk direformasi. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan
masyarakat Indonesia akan terciptanya tatanan pemerintahan yang lebih baik
dalam kerangka Good
and Clean Government. Reformasi birokrasi
menjadi salah satu dari agenda reformasi secara menyeluruh. Reformasi birokrasi
diharapkan menjadi salah satu unsur atau modal untuk menatap Indonesia yang
lebih baik, bermartabat, dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
yang langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
negara yaitu masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera (Mustopadidjaja,
2003).
Reformasi
birokrasi secara luas dapat diartikan sebagai proses menata ulang, mengubah,
memperbaiki, dan menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih baik, profesional,
efisien, efektif, dan produktif sehingga terwujud sistem atau tata kelola
birokrasi yang lebih baik dengan inti utama adalah perubahan perilaku.[2]
Namun tak kurang pula jika reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka
teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil
(civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan
ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan
demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya
konsolidasi demokrasi kita saat ini.
Belakangan
ini, reformasi birokrasi dirasakan tidak semudah membalikan telapak tangan
tanpa kerja keras semua komponen bangsa termasuk para birokrat itu sendiri.
Reformasi birokrasi bukan hanya sekadar permasalahan peningkatan pendapatan
atau remunerasi birokrat semata, namun lebih jauh dari itu yaitu perubahan
sikap mental dari yang dilayani menjadi pelayan profesional sesuai tugas dan
tanggung jawabnya. Kasus Gayus menjadi bukti bahwa reformasi birokrasi belum
menyentuh kepada perubahan sikap mental dan pilar-pilar dalam reformasi
birokrasi itu sendiri.
Namun,
perlu disadari bahwa reformasi birokrasi merupakan sebuah proses dan bukanlah
sebuah tujuan akhir. Seperti halnya kesuksesan, kesuksesan bukan merupakan
tujuan, melainkan sebuah perjalanan. Perjalanan itupun memerlukan waktu dan
tidak langsung ber “sim-salabim” langsung jadi melainkan butuh kekonsistensian.
Disamping itu, kita perlu juga belajar dari pengalaman bangsa lain untuk kita
jadikan pembelajaran untuk mencapai tujuan reformasi yang kita idamkan. Beberapa
negara yang berhasil dalam pelaksanaan reformasi birokrasinya antara lain Korea
Selatan, Cina, dan Singapura.
Artikel
ini akan mengupas sedikit gambaran umum reformasi birokrasi di ketiga negara
tersebut. Ketiga negara tersebut tidak serta merta instan berhasil dalam
mencapai reformasi birokrasi yang menentukan untuk pencapaian kemajuan negara,
melainkan membutuhkan waktu, komitmen, dan national
leadership.
B.
Implementasi
Reformasi Birokrasi di Tiga (3) Negara
1.
Korea Selatan
Negeri "Ginseng” Korea Selatan yang
kita saksikan sekarang sebagai salah satu macan Asia tidak seinstan dalam
mendapatkan hasil yang gemilang dalam perekonomian. Negara ini menjadi negara
industri maju di Asia juga tidak terlepaskan dari keberhasilan reformasi
administrasi yang dilakukan sejak tahun 1980 sampai sekarang. Dimulai dari
Presiden kelima Chun Doo Wan meletakkan sejumlah pilar reformasi administrasi
melalui Civil Servants Ethics Act, Social Purification Movement, Civil Servant Consciousness Reform Movement,
Retired Civil Servant Employment Control,
Civil Servant Property Registration
dan Civil Servant Gifts Control (Hwang,
2004). Dilanjutkan pada masa
pemerintahan Rho Tae Woo (1988-1993) dengan melakukan deregulasi dan
simplikasi, restrukturisasi pemerintah pusat, memperkuat komisi reformasi
administrasi, dan keterbukaan informasi publik pada masa pemerintahan Kim Young
Sam (1993-1998) dengan membentuk lembaga-lembaga khusus yang dibentuk untuk
meneliti, merumuskan, dan melaksanakan kebijakan reformasi administrasi Presidential Administrative Renovation
Commission dan menciptakan pemerintahan yang bersih, ramping, tetapi kuat,
demokratis, efisien, dan dekat dengan masyarakat melalui reformasi terhadap
prosedur administrasi pemerintahan. Masa Pemerintahan Presiden Kim Dae Jung
(1998-2003), reformasi administrasi di Korea Selatan Selatan terus berlanjut
dengan melakukan restrukturisasi pemerintah pusat; memangkas 16 kantor, 74
biro, 136 departemen, dan 146 komisi pemerintah. Sebanyak 16% pegawai negeri
dipangkas sampai 2001.
Presiden kesembilan, Rho Moo Hyun sejak
2003 memfokuskan reformasi administrasi pada participatory government dengan membentuk mesin Reform The Presidential Committee on
Government Innvovation and Decentralization. Pada tahapan terakhir,
reformasi administrasi dilakukan dengan meningkatkan otonomi pemerintahan
daerah dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik (e-government).
Semua usaha dari para Presiden
Korea Selatan untuk merevitalisasi administrasi negara tidaklah sia-sia, hasil
cukup signifikan dalam efisiensi dan terciptanya administrasi negara yang
profesional, bersih, dan berwibawa. Padahal jenjang estafet peralihan
pemerintahan dari presiden satu ke yang lain tidaklah mulus tetapi dipenuhi
kudeta dan demonstransi.[3]
2.
Republik Rakyat Cina (RRC)
RRC
yang disebut juga dengan China dalam dasawarsa ini telah mencapai peningkatan
ekonomi yang sangat pesat. Bagaimanakah China dapat mencapai hal yang demikian
fantastis? Tentu kita dapat menengok sedikit ke belakang tentang sejarah
perkembangan dari China, siapa saja tokoh yang membawa arah China hingga
sedemikian hebatnya. Adalah Deng Xiaoping yang pada tahun 1982 memproklamasikan
reformasi administrasi sebagai tulang punggung kemajuan bangsa China. Dalam
pidatonya di depan kongres nasional Partai Komunis 1982 Deng menyatakan "Streamlining organization is a matter of great
importance. In fact, it constitutes a revolution. If we fail to carry out this
revolution, if we let the present over-staffed and overlapping party and state
organization stay as they are without clearly defined duties and with many
incompetent, irresponsible, lethargic, undereducated, and ineffiecient staff
member, we ourselves will not be satiefied and we will not have the support of
lower cadre, much less of the people"
(Prasojo,
2008). salah satu inti dari pernyataannya
tersebut adalah pembenahan birokrasi menjadi teramat penting sebagai bagian
dari revolusi dan jika pemerintahan Cina gagal menjalankannya maka bangsa Cina
tidak akan puas dan tidak akan mendapatkan dukungan dari seluruh rakyat. dalam sejarah, Deng tidak setenar Mao[4] yang revolusioner. Mao berhasil mempersatukan Cina
kemudian menghancurkan Cina, dan Deng inilah yang membangun Cina. Dalam
kata-kata Bonavia[5]: "Mao adalah seorang ahli gusur, sedang Deng
adalah seorang arsitek."
Retorika Deng
Xiaoping pada tahun 1982 tidak hanya sekadar pidato tanpa makna, terbukti diwujudkan
dalam kenyataan. Salah satu bentuk wujud implementasinya adalah pada
tahun 1983, jumlah kementerian, departemen, dan lembaga-lembaga
pemerintahan lainnya dipangkas dari 100 lembaga menjadi hanya 61 buah. Bahkan
sebanyak 30.000 kader partai yang aktif dalam birokrasi dipensiunkan dini. Hal
ini dilakukan Deng untuk mewujudkan reformasi birokrasi yang pada awalnya
adalah adanya ketidakjelasan tugas birokrasi, tidak berkompeten, tidak efisien,
tidak cepat tanggap (irresponsible), SDM-nya pemalas (lethargic)
dan tidak berpendidikan, hal tersebut diubah menjadi lebih baik atau dengan
kata lain tujuan reformasi birokrasi di China adalah mengubah fungsi pemerintah
dan membuat struktur administrasi lebih responsif dalam pembangunan ekonomi.
Penekanan reformasi birokrasi di China adalah pemerintahan yang efisien melalui
restrukturisasi serta depolitisasi birokrasi dan karier administrasi dari
kepentingan politik (Prasojo, 2008). Dukungan peraturan, ketatnya implementasi
aturan, serta kejelasan reward
and punishment yang
dijalankan secara konsisten adalah berbagai bentuk terwujudnya reformasi
birokrasi di Cina.
Dampak reformasi
birokrasi China terhadap ekonominya terlihat pada akhir dasawarsa 90-an hingga
sekarang, dimana China menjadi salah satu negara yang dapat mengimbangi negara
adidaya Amerika Serikat dalam berbagai sektor bahkan lebih. Hal ini juga
berarti bahwa reformasi birokrasi yang dijalankan dengan konsisten oleh Cina
berbuah manis walaupun tidak dalam waktu singkat, sejak proklamasi Deng 1982 dikumandangkan,
China bangkit menjadi China yang modern.
3.
Singapura
“Singapore remained the best with a rating of
2.25, followed by Hong Kong (3.53), Thailand (5.25) Taiwan (5.57), Japan
(5.77), South Korea (5.87) and Malaysia (5.89).”[6]
Singapura kembali lagi dinobatkan menjadi salah satu negara terbaik bagi birokrasi
dalam hal efisiensi, pelayanan masyarakat, dan iklim investasi (hasil
survey Political & Economic Risk Consultancy (PERC) 2012). Tidak hanya itu. Singapura juga menjadi contoh yang baik
dalam hal disiplin aparat birokrasi dan penerapan ’’reward and punishment’’ bagi pegawainya.[7]
Padahal pada tahun 1959 ketika Lee Kuan Yew diangkat sebagai Perdana Menteri, Singapura
yang memiliki luas wilayah hanya 400 km persegi sedang dalam kondisi carut
marut dengan pengangguran mencapai 14%. Saat itu tak ada yang dapat diperbuat,
kecuali bangkit agar Negeri “Singa” itu mampu menjadi negara yang makmur.[8]
Di Singapura, birokrasi tampil begitu inovatif[9].
Birokrasi hadir dengan semangat melayani,
inisiatif tinggi, efisiensi atas sumber daya, peningkatan gaji atau bonus berbasis kinerja, berorientasi pada kepuasan
pelanggan[10] (baca:
masyarakat), dan pembaharuan terus-menerus terhadap cara dan hasil
kerja, khas entrepreneur.[11] Sangat
berbeda wajah implementasi birokrasinya dengan yang ada di Indonesia.
Pemerintah
Singapura juga memberlakukan sistem penggajian model perusahaan.[12] Pemerintah
Singapura memiliki patokan untuk menentukan gaji eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Pertumbuhan ekonomi menjadi tolak ukur bagi pemerintah dalam
menentukan gaji. Ketika kondisi ekonomi sedang memburuk, pemerintah memotong
gaji pegawai negeri sesuai kemampuan keuangan negara pada saat itu, termasuk
gaji perdana menterinya[13].
Ketika kondisi ekonomi membaik dan pertumbuhan ekonomi meningkat, Singapura
memberikan bonus gaji tambahan[14].
Baru-baru ini, Singapura menerapkan bonus ’’pertumbuhan’’ yang
diberlakukan terhadap individu. Yakni bonus untuk karyawan yang giat dan
berprestasi. Hal yang patut dicontoh oleh pemerintah Indonesia.
Sejatinya
reformasi birokrasi di Singapura telah berlangsung lama, sejak tahun 1980-an.
Dan mereka mempunyai konsep desain yang jelas, berkelanjutan dan konsisten.
Berikut gambaran reformasi birokrasi di Singapura[15]:
Awal tahun
1980an
|
Penganggaran
berbasis kinerja diperkenalkan
|
Pertengahan
tahun 1980an
|
Management
Accounting dan Penetapan biaya berbasis aktivitas (activity-based costing) dalam kegiatan pemerintah diterapkan
|
Akhir
tahun 1980an
|
KPI (Key Performance Indikator) sudah
dipakai dan dijabarkan dengan jelas sebagi pedoman kualitatif maupun
kuantitatif.
|
Awal
pertengahan tahun 1990an
|
Gaji PNS
diukur/berpedoman pada gaji tertinggi sektor swasta
|
Tahun
1990an
|
Sistem
korporasi mulai dijalankan dalam pemerintahan
|
pertengahan
tahun 1990an
|
PS 21 (Public service for the 21th Century)
digulirkan
|
Tak
disangka-sangka, Singapura yang tidak punya apa-apa, kini menjadi salah satu
negara terkaya di dunia dengan Gross Domestic Product (GDP)[16] pendapatan
per kapita $59,936 per tahun. Sukses pembangunannya adalah dengan rumusan
strategi pembangunan ekonomi global berorientasi keunggulan daya saing dan
produktivitas lewat birokrasi pemerintahan yang bersih dan efisien, masyarakat
yang disiplin, dan industrialisasi yang dikawal tenaga-tenaga profesional.
Keseluruhan
agenda setting reformasi administrasi sebagai reformasi birokrasi yang terjadi
di Korea Selatan, RRC, dan Singapura menunjukkan bahwa transformasi menuju
negara maju sangat ditentukan oleh komitmen dan kompetensi untuk melakukan
reformasi birokasi. Bahkan reformasi birokrasi merupakan salah satu prasyarat
keberhasilan transformasi tersebut.
C.
Penutup
Pengalaman
ketiga negara tersebut menunjukkan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah
yang menentukan dalam pencapaian kemajuan negara tersebut. Melalui reformasi
birokrasi, dilakukan penataan sistem penyelenggaraan pemerintahan sebagai
perwakilan dari negara yang harus efektif, efisien, dan menjadi tulang punggung
kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi
akan sangat mendukung dalam terciptanya good
governance.
Belajar
dari ketiga negara tersebut juga bahwa reformasi birokrasi sangat bergantung
pada adanya komitmen dan national
leadership. Reformasi birokrasi bukan hanya perubahan struktur dan reposisi
birokrasi. Reformasi birokrasi harus meliputi perubahan sistem politik dan
hukum secara menyeluruh, perubahan sikap mental, dan budaya birokrat dan
masyarakat, serta perubahan mindset
dan komitmen pemerintah serta parta politik.
Mengutip
pernyataan dari Eko Prasojo, seorang Guru Besar FISIP Universitas Indonesia,
reformasi administrasi/birokrasi di Indonesia dapat dimulai dengan merestrukturisasi lembaga dan merevitalisasi pegawai
negeri, mendekoptasi birokrasi dan BUMN dari kepentingan politik, dan
memutuskan mata rantai relasi kolusif antara politisi, birokrat, dan pebisnis.
Jabatan-jabatan dalam birokrasi harus diisi oleh orang-orang yang handal
melalui proses yang terbuka dan kompetitif. Dengan cara itu dapat dihindarkan
kekhawatiran Mantan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan "Government was not the solution, but the
problem". Mampukah
Indonesia dapat mewujudkan itu semua dan menyusul ketiga negara walaupun “late” dalam melakukan reformasi
birokrasi?
Pustaka :
1. Brodjonegoro,
Bambang P.S. (2008), “Jalan
Terjal Reformasi Birokrasi”. Seputar
Indonesia, 9 Juni 2008.
2. Hwang, Yunwon,
2004, “Reform: Concepts, Theories, and Issues in Korea” paper presented in
International Seminar: Indonesia: Challenges in the 21st Century Civil Society,
Administrative Culture and Governance Issues, Jakarta.
3.
Prasojo, Eko.
(2008), “Reformasi Birokrasi :
The Ir-Reformable?”. Media
Indonesia, 28 Agustus 2008. (http://admsci.ui.ac.id/?PID=7052009042008&act=detpublication)
4.
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional (2008). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
5.
Mustopadidjaja,
Prof. Dr. (2003). “Reformasi
Birokrasi sebagai Syarat Pemberantasan KKN”.
Makalah yang disampaikan pada Seminar Pembangunan Nasional VIII dengan tema :
Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan. Denpasar, 14-18 Juli 2003.
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta:Balai Pustaka, 2008), h. 1279.
[2] Seminar
Reformasi Birokrasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Indonesia
tanggal 3 Desember 2008.
[4] Mao Tse Tung (Mao Zedong) adalah
seorang tokoh filsuf dan pendiri negara Republik Rakyat Cina.
[5] David
Bonavia adalah wartawan Far Eastern Economic Review yang ahli dalam urusan
Cina, penulis Biografi “Deng”.
[6]http://articles.economictimes.indiatimes.com/2012-01-11/news/30616306_1_report-malaysia-indian-bureaucracy diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 19.00 WIB
[7]Hal ini juga membuat Wakil
Presiden Budiono tertarik dengan pelaksanaan
reformasi birokrasi di Singapura, terutama untuk merekrut orang-orang terbaik
dalam pemerintahan. "Singapura memang kecil, sistem pemerintahannya juga
lebih kecil. Tetapi ada yang bisa dipelajari dari Singapura," kata
Boediono seperti dikutip juru bicara Wapres Yopie Hidayat di Jakarta, Kamis
(9/12/2010). (http://berita.liputan6.com/read/310591/Indonesia.Pelajari.Reformasi.Birokrasi.di.Singapura) diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 19.06 WIB
[8]http://www.haluankepri.com/opini-/16029-membangun-pemerintahan-yang-bersih.html diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 19.33 WIB
[9]Birokrasi
inovatif adalah ide tentang
penerapan prinsip-prinsip entrepreneur dan ke-organisasianmodern dalam
struktur dan kultur birokrasi. Lebih jelasnya lihat Elexender Styhre, The
Innovative Bureaucracy: Bureaucracy in The Age of Fluidity, (New York:
Routledge, 2007).
[10]Wakil Presiden Budiono meminta birokrasi Indonesia
meniru Singapura, beliau mengatakan “PM
Lee mengatakan kalau seorang dokter tidak kompeten, dampaknya yang meninggal
dunia adalah seorang pasien. Kalau direktur perusahaan tidak kompeten,
dampaknya perusahaan bangkrut. Namun jika pejabat negara tidak kompeten yang
menanggung adalah masyarakat yang banyak sekali,” (http://www.beritasatu.com/mobile/nasional/26862-wapres-indonesia-minta-birokrasi-tiru-singapura.html) diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 19.40 WIB.
[11]http://www.scribd.com/doc/56239061/Birokrasi-Inovatif http://www.scribd.com/doc/56239061/Birokrasi-Inovatif diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 19.50 WIB.
[13]Gaji
seorang Perdana Menteri di Singapura mancapai 3,04 juta dolar Singapura
(sekitar Rp 20,9 miliar), tertinggi di dunia. Skema
gaji para menteri setahun berkisar 1,75 juta dollar Singapura (Rp 12 M).
Sementara seorang menteri yunior mendapat gaji 1 juta dollar Singapura (Rp 6,8
miliar) per tahun. Gaji PNS Singapura yang baru masuk terendah mencapai
$ingapore 2.350 atau sekitar Rp 16,4 Juta.
(http://setagu.net/opini/gaji-pejabat-dan-pns-di-singapura) diunduh pada tanggal 11
Februari 2012 pukul 19.51.
[14]http://app.psd.gov.sg/data/Press%20Release%2021%20May%2007%20-%20Higher%20pay%20for%20fresh%20graduates.pdf diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 20.00 WIB.
[15] http://warkopbis.wordpress.com/2011/05/31/gaji-pejabat-dan-pns-di-singapura/ diunduh pada tanggal 11 Februari
pukul 20.10 WIB.
[16] http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GDP_(PPP)_per_capita diunduh pada tanggal 11 Februari
2012 pukul 20.12 WIB
0 komentar:
Posting Komentar