BATANG. Kepala Seksi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan kabupaten Batang, Bpk. Didik D. Purnomo, S.H. berpendapat, potensi HGU untuk menyumbang tambahan daftar permasalahan selalu ada. Beberapa waktu lalu, masalah HGU di kabupaten Batang menonjol dilansir media massa, meskipun sebenarnya kuantitas masalah HGU sangat sedikit dibandingkan jumlah masalah dari jumlah bidang tanah atau jumlah kepemilikan yang ada. Kedepan, potensi konflik HGU tidak akan bertambah banyak. Dari 33 HGU yang ada di kabupaten Batang, hanya ada 1 (satu) yang teridentifikasi terlantar (PT Tratak). “Sampai saat ini (10 Agustus 2011-red) kami belum pernah menerima informasi lisan maupun tulisan mengenai obyek perkara HGU di pengadilan” tuturnya. Bpk. Didik berkeyakinan potensi konflik HGU tidak akan bertambah banyak sepanjang proses pemberian, perpanjangan, pembaharuan HGU dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan Badan Hukum yang menerima Hak juga konsisten dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pemberian Hak-nya serta konsisten mengelola tanah dengan tidak mengabaikan kepentingan masyarakat di sekitar perkebunan. HGU berkontribusi positif bagi masyarakat setempat. Kantor Pertanahan Kabupaten Batang telah mengadakan sosialisasi PP 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Beberapa pemegang HGU sudah paham dan berusaha untuk memenuhi ketentuan tersebut. Adapun HGU yang teridentifikasi terlantar dan warga masyarakat terlanjur ikut tumpangsari tanpa didukung dokumen yang lengkap, menurut Bpk. Didik perlu diberikan pengertian pada pemegang HGU untuk meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan tanahnya. “Kalau masuk betul unsur- unsur terlantar sesuai PP 11/2010 tidak ada, hanya kekurang optimal dalam mengelola.” Ungkapnya. Sosialisasi ini penting karena terdapat penafsiran yang berbeda dengan ketentuan peraturannya. Misalnya, diversifikasi tanaman sebagai upaya pemanfaatan tanah untuk mendapatkan hasil yang paling optimal (contohnya jagung menjadi tebu, randu diganti karet), dianggap sekelompok orang termasuk kategori terlantar. Padahal, hanya perlu disertai perubahan rekomendasi tanaman dari instansi teknis (Dinas Perkebunan). Menurut PP 11/2010, Badan Pertanahan Nasional mendapat mandat dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar melalui mekanisme sebagai berikut; identifikasi dan penelitian oleh Panitia C, penyampaian peringatan (3 kali), pengusulan dan penetapan tanah terlantar menjadi tanah Negara, dan kemudian pendayagunaan tanah Negara bekas tanah terlantar. Selain sosialisasi tanah terlantar, peran kantor pertanahan dalam mencegah timbulnya masalah HGU dengan mengontrol pemegang hak melalui proses perpanjangan dan pembaharuan HGU. Proses ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk mengevalusi pemberian HGU, pelaksanaan kewajiban pemegang hak dan kondisi fisik obyek hak. (Setiaji, Lutfi, Dicky) http://lutfi-maulana.tumblr.com
0 komentar:
Posting Komentar